MAJENE – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat (Kejati Sulbar) resmi menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dan perubahan keenam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Majene Tahun Anggaran 2023.
Surat Perintah Penyelidikan tersebut tercatat dengan Nomor: PRINT – 257/P.6/Fd.1/03/2025 tertanggal 14 Maret 2025, ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulbar.
Sebagai bagian dari proses penyelidikan, Kejati Sulbar telah melayangkan undangan resmi kepada sejumlah pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten Majene untuk hadir memberikan keterangan pada Senin, 5 Mei 2025 di kantor Kejati Sulbar, Jalan RE Martadinata, Kelurahan Simboro, Kabupaten Mamuju.
Dalam undangan berwarna oranye tersebut, para pejabat juga diminta membawa sejumlah dokumen yang berkaitan dengan penggunaan dan perubahan APBD Majene 2023, sebagai bahan pendalaman terhadap indikasi penyalahgunaan kewenangan dan potensi kerugian negara.
Surat undangan tersebut ditandatangani oleh Asisten Tindak Pidana Khusus La Kanna, S.H., M.H. selaku An. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat.
Patut diketahui, penyelidikan ini didasarkan pada indikasi pelanggaran terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Khususnya pasal-pasal yang mengatur tentang:
Pasal 2 Ayat (1): “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara…”
Pasal 3: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan…”
Apabila terbukti, pelaku dapat diancam dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda maksimal Rp 1 miliar.
Selain itu, penyelidikan ini juga merujuk pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mengatur prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas dalam pengelolaan anggaran publik.
Kasus ini menjadi pukulan telak bagi Kabupaten Majene, yang selama ini dikenal sebagai kota pendidikan di Sulawesi Barat. Praktik dugaan korupsi dalam pengelolaan APBD, terutama jika berkaitan dengan sektor strategis seperti pendidikan, infrastruktur, atau pelayanan dasar, akan langsung berdampak terhadap kualitas layanan publik.
Dugaan pengalihan anggaran dari fungsi-fungsi publik ke kantong pribadi jelas menghambat pembangunan, memperlebar kesenjangan sosial, dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.
Jika dana yang seharusnya digunakan untuk membangun ruang kelas baru, memperbaiki fasilitas kesehatan, atau mendukung beasiswa pelajar justru diselewengkan, maka masa depan generasi muda Majene berada dalam ancaman serius.
Ironisnya, dugaan kasus ini muncul di tengah visi besar yang mengusung semangat “Unggul, Mandiri, dan Religius.” Visi religius semestinya menekankan integritas dan nilai-nilai moral yang tinggi dalam menjalankan pemerintahan.
Apabila benar terjadi penyimpangan di bawah kepemimpinan saat ini, maka hal tersebut menjadi catatan serius atas komitmen etika birokrasi dan reformasi tata kelola anggaran daerah.
Masyarakat kini menanti langkah konkret dari proses hukum ini, termasuk evaluasi terhadap pejabat yang diduga terlibat.
Publik Majene, khususnya kalangan akademisi, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil, mendorong agar penyelidikan ini dilakukan secara transparan dan tuntas.
Penegakan hukum yang kuat dan bebas intervensi politik menjadi syarat mutlak dalam memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan.
Kejati Sulbar diharapkan dapat menuntaskan penyelidikan ini dengan profesional, serta memberi contoh bahwa tidak ada ruang bagi korupsi di Sulawesi Barat, apalagi di sebuah kota yang tengah membangun citra sebagai pusat pendidikan dan religiusitas.