Kejaksaan Diminta Bongkar Dugaan Korupsi Program Revitalisasi Sejumlah Sekolah di Majene

  • Bagikan

MAJENE – Program Revitalisasi Satuan Pendidikan Tahun Anggaran 2025 yang digadang-gadang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai langkah strategis meningkatkan mutu sarana-prasarana sekolah, kini menuai sorotan tajam di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.

Sejumlah kalangan mendesak Kejaksaan Negeri Majene untuk turun tangan membongkar dugaan praktik korupsi dan penyimpangan anggaran dalam pelaksanaan proyek bernilai miliaran rupiah itu.

Desakan tersebut mencuat setelah ditemukan berbagai kejanggalan dalam pelaksanaan proyek revitalisasi di beberapa sekolah dasar, terutama di SD Negeri 41 Rangas, Kecamatan Banggae.

Berdasarkan data yang diperoleh media ini, SD Negeri 41 Rangas mendapat kucuran anggaran Rp1.008.283.331 dari APBN 2025, dengan paket revitalisasi meliputi rehabilitasi enam ruang kelas, satu ruang toilet, satu ruang perpustakaan, dan pembangunan satu paket toilet baru.

Namun, kondisi fisik proyek di lapangan justru memunculkan tanda tanya besar. Hasil pekerjaan dinilai jauh dari standar teknis dan terkesan dikerjakan asal-asalan.

Pada bagian struktur bangunan, pemasangan sloof tiang dinilai tidak memenuhi kaidah konstruksi karena tidak terikat sempurna dengan besi penopang lainnya. Bahkan, plafon ruang kelas sudah terpasang lebih dulu, sementara tiang penyangga masih tampak rapuh dan diduga hanya akan diganti sebagian.

Ironisnya, toilet guru justru dibangun di pinggir jalan utama Kelurahan Rangas, bukan di area dalam sekolah sebagaimana mestinya. Pembangunan ini bahkan merubuhkan pagar sekolah yang dibangun dari dana negara sebelumnya dan dilakukan tanpa berita acara pembongkaran resmi.

Lebih parah lagi, toilet yang dibangun tidak memiliki bak pembuangan limbah, karena item tersebut tidak tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang disusun oleh konsultan teknis proyek.

Sejumlah pihak menilai kondisi ini bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi indikasi kuat lemahnya pengawasan dan potensi penyelewengan anggaran negara.

Kasus SD 41 Rangas bukan satu-satunya. Beberapa sekolah lain di Majene juga terlibat dalam proyek revitalisasi serupa dengan nilai besar, di antaranya SD Negeri No. 7 Ulu Balombong (Kecamatan Pamboang): Rehabilitasi tiga ruang kelas, satu toilet, dan pembangunan satu toilet baru.

SD Negeri No. 34 Inpres Taraweki (Kecamatan Sendana): Rehabilitasi ruang perpustakaan, pembangunan toilet, dan ruang UKS.

SD Negeri No. 12 Timbogading (Kecamatan Pamboang): Rehabilitasi tiga ruang kelas, satu toilet, satu ruang perpustakaan, serta pembangunan toilet dan ruang UKS.

Dalam pelaksanaan program tersebut, sumber internal pendidikan daerah menyebut ada indikasi mark-up harga material dan penggunaan bahan di bawah standar mutu, karena pengadaan dilakukan secara swakelola oleh panitia lokal tanpa pengawasan ketat dari dinas teknis.

Selain itu, penggunaan tenaga kerja tidak terampil dan tidak memenuhi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) diduga dilakukan untuk menekan biaya agar sisa dana bisa diselewengkan.

Informasi lain menyebutkan adanya potongan atau fee ilegal sebesar 7% dari total anggaran yang diterima pihak sekolah. Potongan tersebut diduga diberikan kepada pihak tertentu sebagai “uang koordinasi” agar proyek berjalan lancar.

Tak hanya itu, terdapat dugaan manipulasi data sekolah penerima, di mana usulan dilakukan oleh sekolah yang tidak benar-benar membutuhkan rehabilitasi. Modifikasi data pada sistem Dapodik (Data Pokok Pendidikan) diduga dimanfaatkan untuk menyesuaikan kondisi fisik agar tampak rusak dan layak menerima bantuan.

“Bila praktik ini benar terjadi, maka ini bukan sekadar penyimpangan administratif, tetapi sudah mengarah pada tindak pidana korupsi, karena ada upaya memperkaya diri dan pihak lain dengan memanipulasi data serta mengorbankan kepentingan pendidikan anak-anak,” ujar salah satu pemerhati kebijakan publik Majene, Syamsuddin, Sabtu (11/10/2025).

Ketiadaan transparansi juga memperkuat dugaan adanya penyimpangan. Komite sekolah dan masyarakat sekitar mengaku tidak mengetahui secara detail soal jumlah anggaran, spesifikasi proyek, maupun pihak pelaksana.

Kondisi ini memperbesar celah terjadinya penyalahgunaan dana, apalagi bila pengawasan minim.

Desakan agar Kejaksaan Negeri Majene segera melakukan penyelidikan memiliki dasar hukum kuat, diantaranya Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, yang menegaskan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara maksimal 20 tahun.

Pasal 4 UU Tipikor menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana terhadap pelaku.

Pasal 3 PP Nomor 43 Tahun 2018 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang memberi ruang bagi masyarakat untuk melaporkan dugaan korupsi kepada aparat penegak hukum.

Permendikbud No. 28 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendikbudristek, yang mengamanatkan pelaksanaan program revitalisasi pendidikan harus menjunjung asas akuntabilitas, transparansi, dan efektivitas.

Dengan sederet dugaan penyimpangan itu, publik kini menaruh harapan besar pada Kejaksaan Negeri Majene untuk segera melakukan penyelidikan dan audit investigatif terhadap pelaksanaan Program Revitalisasi Satuan Pendidikan 2025.

Pemeriksaan perlu dilakukan tidak hanya terhadap pihak sekolah penerima, tetapi juga terhadap konsultan perencana, pengawas, serta pejabat dinas terkait yang menandatangani dokumen pelaksanaan kegiatan.

“Jangan tunggu kerusakan bertambah parah baru ditindak. Ini uang negara, dan tanggung jawabnya besar. Anak-anak kita tidak pantas belajar di bangunan hasil korupsi,” pungkas Syamsuddin.

Penulis: Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, silahkan mengirim sanggahan dan/atau koreksi kepada Tim Redaksi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui WhatsApp : 081952216997
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *