MAMUJU – Presiden Republik Indonesia, Ir Joko Widodo, meminjamkan izin perusahaan pertambangan, sektor kehutanan, dan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan.
Pertama, pemerintah menerbitkan sebanyak 2.078 izin perusahaan pertambangan dan batu bara (minerba) karena tidak pernah menambahkan rencana kerja.
Kedua, pemerintah juga bertanggung jawab atas 192 izin sektor kehutanan seluas 3.126.439 hektare.
Ketiga, HGU perkebunan yang ditelantarkan seluas 34.448 hektare, juga dicabut.
Dari luasan tersebut, sebanyak 25.128 hektare adalah milik 12 badan hukum dan sisanya seluas 9.320 hektare merupakan bagian dari HGU yang terlantar milik 24 badan hukum.
Pencabutan tersebut berdasarkan surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang pencabutan izin konsesi kawasan hutan.
Sementara, wilayah Sulbar terdapat lima perusahaan yang dicabut izinnya.
Diantaranya PT Letawa 1 dan 2, PT Rante Mario, PT Amal Nusantara, PT Bara Indoco dan PT Bio Energy Indoco.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Komisi II DPRD Sulbar, Hatta Kainang, mengatakan, sesuai regulasi jika izin dicabut maka lahan tersebut dikembalikan kepada kelompok di wilayah masing-masing.
“Pencabutan itu adalah kewenangan pemerintah pusat,” kata politisi Nasdem tersebut.
Dia mengungkapkan, perusahan yang mencabut izinnya di Sulbar, beberapa bergerak di sektor kehutanan.
Seperti PT Bara Indoco bergerak di Tapalang Mamuju, PT Rante Mario, dan PT Amal Nusantara juga bergerak di kehutanan.
Kemudian, PT Letawa 1 dan 2 bergerak di industri perkebunan kelapa sawit.
Sementara, PT Bio Energy Indoco bergerak pada bidang energi.
“Jadi kita berharap pencabutan dilakukan pemerintah pusat untuk memberikan ruang kepada masyarakat atau kelompok yang memiliki kapasitas dan kemampuan mengelola kawasan hutan tersebut,” tutur Hatta.
Sehingga, kata dia, pengelolaannya bisa berproduksi dari hasil kehutanan.
“Begitupun sektor lainnya yang masuk daftar pencabutan izin dari presiden. Jadi tentu kita harap prioritasnya ada pada masyarakat,” harap Hatta.
Sepertinya, regulasinya harus ada kelompok petani.
Sebeb kepemimpinan, kelompok tani harus diberi ruang, jangan lagi kelompok petani bergerak tetapi ada investor besar di belakangnya.
“Ini harus secara ketat dilakukan sesuai regulasinya saat pencabutan izin perusahaan tersebut oleh presiden,”
katanya saat ini masih berupaya konfirmasi ke pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Provinsi terkait alasan pencabutan izin lima perusahaan tersebut.