JAPKEPDA Minta Penegak Hukum Usut Kasus Pengadaan Barang dan Jasa Terkait Dana Bos Afirmasi dan Kineja Penggerak

  • Bagikan

MAJENE – Jaringan Pemerhati Kebijakan Pemerintah Daerah (JAPKEPDA) meminta penegak hukum segera mengusut dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa (PBJ) di sejumlah sekolah.

Pihak sekolah penerima dana bos kinerja penggerak, dana bos baik hingga dana afirmasi tahun 2021 mengaku mendapat intervensi dan dipaksa menggunakan jasa penyedia yang ditentukan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Majene.

Padahal, pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada satuan pendidikan kini dilakukan secara daring (online) melalui mekanisme penggunaan Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah), sehingga setiap sekolah dapat memilih sendiri toko penyedia barang dan jasa yang terdaftar.

Ketua JAPKEPDA Juniardi, mengatakan intervensi terhadap sekolah bertentangan dengan Surat Edaran (SE) Mendikbud Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Satuan Pendidikan Melalui Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah).

Selain itu, sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa oleh satuan pendidikan, diberikan akses yang sama bagi penyedia lokal atau Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk memasarkan usaha di bidang pendidikan.

“Tidak boleh ada intervensi terhadap sekolah. Kalau sekolah ingin menggunakan jasa toko lokal, mengapa harus di halangi. Kami menduga ada kesepakatan terselubung antara oknum tertentu di Disdikpora Majene dengan penyedia yang diarahkan,” tegas Jun, pada Minggu (31/ 10/2021).

Sesuai Permendikbud Nomor 14 Tahun 2020, Disdikpora Majene justeru harusnya mengarahkan dan memfasilitasi para pelaku usaha baik koperasi maupun UMKM di wilayah Majene untuk dapat berpartisipasi sebagai penyedia barang dan satuan pendidikan melalui aplikasi SIPLah.

Anggaran pengadaan barang dan jasa pada tiga item tersebut mencapai Rp1,950 miliar dengan rincian dana bos kinerja penggeran sebesar Rp.1,130 miliar, dana bos kinerja baik sebanyak Rp.300 juta, dan dana Bos Afirmasi senilai Rp. 520 juta.

“Kami menduga intervensi dan paksaan terhadap sekolah agar menggunakan jasa penyedia tertentu diduga karena adanya setoran dari penyedia kepada Disdikpora Majene,” katanya.

Juniardi menyebut Disdikpora Majene harus memberdayakan UMKM lokal, karena mereka akan memberikan kontribusi besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan cara bayar pajak dan retribusi.

Selain itu, ongkos kirim yang digunakan untuk sekolah akan lebih murah, serta komunikasi antara sekolah dengan penyedia juga akan lebih mudah.

Kasus ini bermula ketika Disdikpora Kabupaten Majene mengumpulkan 16 kepala sekolah penerima dana bantuan tersebut. Sekolah kemudian diwajibkan belanja pada penyedia yang ditentukan Disdikpora Majene.

Untuk menindak lanjuti keluhan para kepala sekolah ini, JAPKEPDA akan segera melakukan kordianasi dengan penegak hukum di wilayah Majene.

“Kami harap penegak hukum segera memanggil semua pihak yang terkait dengan kasus ini, mulai dari Disdikpora, sekolah hingga penyedia, sehingga tidak ada kesan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” pungkasnya.

 

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *