MAJENE – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene, berencana kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Polres Majene.
Rencana tersebut muncul setelah 76 hari penyelidikan Sat Reskrim Polres Majene tak kunjung menetapkan tersangka atas dugaan pemotongan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kabupaten Majene.
Padahal sejumlah kepala sekolah mengeluhkan pemotongan yang memberatkan pihak sekolah dan tidak berdasar aturan itu.
Ketua HMI Komisariat STAIN Majene, Syamsuddin, mengaku sedang melakukan konsolidasi internal guna mematangkan persiapan unjukrasa di depan Polres Majene.
“Kita akan kembali demo di depan Polres, tujuannya untuk mendesak penyidik kepolisian menuntaskan kasus dugaan pemotongan dana BOS,” sebutnya, Jumat 21 Juni 2024.
Tujuan aksi unjuk rasa di depan Polres Majene adalah untuk mempertanyakan lambatnya Tim Penyidik dalam menuntaskan kasus pemotongan dana BOS.
Menurutnya, kasus pemotongan dana BOS merupakan pelanggaran hukum dan menimbulkan citra buruk bagi Majene sebagai pusat layanan pendidikan di Sulawesi Barat.
Sebelumnya, pada Jumat 17 Mei 2024, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat STAIN Majene melakukan aksi unjuk rasa di depan Polres Majene yang mendesak penuntasan kasus dugaan pemotongan dana BOS sebesar 1 % per sekolah yang dilakukan oleh oknum Tim BOS di Disdikpora Majene.
Dalam orasinya, Kordinator Lapangan (Korlap) Firsan mengatakan pihaknya akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas.
“Pemotongan dana bos ini sangat miris dan mencoreng nama baik Majene sebagai kota pendidikan,” kata Firsan.
Ia pun mendesak Polres Majene bergerak cepat membersihkan orang-orang korupsi di Kabupaten Majene.
“Ketika tidak ada progres dari polres Majene maka kami akan melanjutkan aksi jilid 2 nantinya,” teriaknya dari ujung megafon.
Kasat Reskrim Polres Majene, AKP Budi Adi, yang menemui massa pengunjukrasa menyampaikan perkembangan penyelidikan kasus pemotongan dana BOS.
Total sebanyak 172 dari 210 sekolah yang telah dimintai keterangan, mulai dari bendahara dan Kepala Sekolah SD dan SMP yang diperiksa se-Kabupaten Majene.
Dia menyebut, saat ini pemeriksaan masih berjalan di ruangan unit tipikor Polres Majene. Penyidik juga mengagendakan pemeriksaan terhadap 38 sekolah lainnya.
Sedangkan terkait masalah dokumen sudah ada beberapa disita, diantaranya barang maupun alat bukti sudah diamankan.
“Setelah pemeriksaan terhadap seluruh sekolah rampung, maka kami akan melakukan ekspos dan akan gelar perkara di Ditreskrimum Polda Sulawesi Barat,” tuturnya.
Hal ini, karena sudah sesuai dengan standar untuk meningkatkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan.
Sebelumnya, kepada sejumlah awak media, pada Jumat 19 April 2024, Ketua Jaringan Pemerhati Kebijakan Pemerintah Daerah (JAPKEPDA) Juniardi, menyebut, potensi kerugian dari kasus pemotongan Dana BOS di Majene cukup besar, sebab berdasarkan surat nomor : 8787/C/PR.04.01.2023, Hal : penyampaian rincian alokasi dana dan calon penerima dana BOSP tahun 2024 dari Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah kepada kepala dinas pendidikan provinsi dan kepala dinas pendidikan kabupaten dan kota seluruh Indonesia tertanggal 15 September 2023, diketahui total anggaran BOS tahun 2024 khusus Kabupaten Majene mencapai Rp 35.307.200.000,00.
Anggaran itu diperuntukkan bagi 36.351 siswa yang tersebar pada 436 sekolah PAUD, SD, SMP, PKBM, serta SKB.
Terdapat 205 PAUD dengan nilai anggaran Rp 4.719.000.000,00. Sebanyak 172 SD dengan anggaran Rp 18.864.100.000,00.
Kemudian 38 SMP dengan anggaran Rp 8.043.900.000,00. Selanjutnya 20 PKBM dengan Rp 3.386.700.000,00. serta 1 SKB dengan anggaran Rp 293.500.000,00.
Hanya saja, Juniardi menyebut, indikasi pemotongan 1% dana BOS yang diduga dilakukan oleh oknum Tim BOS Disdikpora Majene adalah anggaran BOS bagi 172 SD dan 38 SMP sebesar Rp 269.080.000,00.
“Jika total anggaran BOS SD dan SMP itu dipotong satu persen, maka nilainya bisa mencapai Rp269 juta. Nilainya memang cukup fantastis,” ucapnya.