MAJENE – Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Intelektual Egaliter (GIE) berunjuk rasa di tugu pusat pertokoan Majene, Sulawesi Barat, Jumat (14/1/2022).
Mereka menyuarakan desakan penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Majene 2020.
Dalam aksinya, demonstran membawa keranda mayat sebagai simbol matinya penegakan hukum. Sebab penanganan kasus dugaan korupsi dana pemilihan kepala daerah (Pilkada) di KPU Majene belum juga menemui titik terang.
Jenderal lapangan, Marco mengatakan, dugaan korupsi dana Pilkada telah masuk ke tahap penyidikan sejak 20 Desember 2021. Namun jelang sebulan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Majene belum menetapkan tersangka.
“Kami mendesak Kejari Majene untuk segera menetapkan tersangka,” ujar Marco.
Marco menegaskan, kasus ini harus diusut sampai tuntas. Supaya tidak terjadi pengendapan dan publik tau siapa yang bertanggungjawab.
“Kami akan tuntut sampai pada pengembalian dana,” katanya.
Lanjutnya, terdapat kejanggalan terkait pengelolaan dana hibah pilkada di KPU Majene. Diantaranya sisa dana Rp3,8 miliar pada Januari 2021. Selanjutnya dilakukan perubahan Rencana Kebutuhan Belanja (RKB) sehingga dana yang dikembalikan hanya Rp1 miliar lebih.
“Penggunaan dana Rp2 miliar lebih kita tidak tau untuk apa,” ujarnya.
Berdasarkan kalkulasi GIE, kata Marco, penggunaan dana Pilkada untuk penyelenggara adhock hanya berkisar Rp7,15 miliar. Kegiatan lainnya seperti bimtek, sosialisasi hingga alat peraga kampanye (APK) itu hanya Rp11,55 miliar.