MAJENE – Kebijakan internal Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majene yang mewajibkan pasien untuk membeli obat di luar rumah sakit kembali menimbulkan keluhan.
Kebijakan ini diduga terkait dengan masalah pasokan obat dari pihak vendor yang belum menerima pelunasan biaya obat dari RSUD Majene.
Praktik ini dirasakan sangat memberatkan pasien, terutama mereka yang sudah membayar iuran BPJS mandiri, yang semestinya mendapat hak untuk mendapatkan pelayanan medis lengkap di rumah sakit, termasuk obat-obatan.
Seorang pasien yang memilih untuk tidak disebutkan namanya menyampaikan keluhannya pada Redaksi kilassulbar.id melalui pesan WhatsApp pada Jumat, 4 April 2025.
Ia mengungkapkan bahwa selama menjalani perawatan di RSUD Majene selama lima hari, ia diwajibkan membeli obat-obatan di apotek luar rumah sakit.
Padahal, pasien ini tercatat sebagai peserta BPJS mandiri, yang seharusnya menjamin haknya untuk mendapatkan obat-obatan yang diperlukan selama menjalani perawatan di RSUD Majene.
“Selama dirawat, saya terus disuruh beli obat di luar. Ini sangat memberatkan, terutama bagi pasien seperti saya yang sudah membayar iuran BPJS secara mandiri. Mestinya, pihak RSUD yang menyediakan obat-obatan tersebut,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.
Selain masalah obat yang harus dibeli di luar, pasien juga dikenakan denda yang cukup besar, mencapai lebih dari satu juta rupiah kepada pihak RSUD Majene.
Denda ini ditetapkan dengan alasan administrasi dan kewajiban yang dianggap belum dipenuhi oleh pasien. Tentu saja, beban ini menambah keprihatinan bagi pasien yang sudah menjalani perawatan medis.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kebijakan mewajibkan pasien membeli obat di luar diduga disebabkan oleh belum adanya pelunasan biaya obat yang dilakukan oleh pihak RSUD Majene kepada vendor penyedia obat.
Akibatnya, pihak rumah sakit tidak dapat menyediakan stok obat yang cukup untuk pasiennya.
Menurut narasumber, masalah ini sudah berlangsung cukup lama dan belum ada solusi jelas yang ditawarkan oleh pihak RSUD Majene.
Kebijakan ini tentu menambah beban bagi pasien, terlebih bagi mereka yang mengandalkan fasilitas BPJS untuk mendapatkan layanan medis yang terjangkau.
Pasien yang mengharapkan obat-obatan yang diperlukan dalam proses perawatan seharusnya dapat memperoleh akses tanpa harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli obat di luar rumah sakit.
Sebagai peserta BPJS, pasien berhak mendapatkan layanan kesehatan yang sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam sistem jaminan sosial tersebut.
Termasuk di dalamnya adalah penyediaan obat-obatan yang menjadi bagian dari pengobatan di rumah sakit.
Oleh karena itu, kebijakan yang mengharuskan pasien untuk membeli obat di luar dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak pasien, yang seharusnya dipenuhi oleh rumah sakit.
Pihak RSUD Majene diharapkan segera memberikan klarifikasi terkait kebijakan ini dan menemukan solusi yang lebih baik agar pasien tidak lagi merasa terbebani.
Selain itu, penting bagi pihak rumah sakit untuk segera menyelesaikan masalah terkait pelunasan biaya obat kepada vendor penyedia obat agar pasokan obat kembali normal dan pasien dapat menerima layanan medis yang optimal.
Dengan adanya permasalahan ini, diharapkan pihak terkait dapat melakukan evaluasi dan memperbaiki kebijakan internal rumah sakit untuk mencegah terulangnya hal serupa di masa depan.
Pasien yang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak tidak seharusnya dipersulit dengan kebijakan yang tidak menguntungkan bagi mereka.
RSUD Majene harus segera mencari jalan keluar agar pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan lancar, tanpa memberatkan pasien dengan kewajiban yang seharusnya tidak perlu mereka tanggung.
Sebab kebijakan internal RSUD Majene itu bertentangan dengan Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada Pasal 5 ayat 1 mengamanatkan bahwa rumah sakit harus menyediakan pelayanan yang terjangkau bagi masyarakat. Layanan ini mencakup ketersediaan obat yang dibutuhkan oleh pasien selama perawatan.
Kebijakan yang mewajibkan pasien membeli obat di luar rumah sakit bertentangan dengan kewajiban rumah sakit untuk menyediakan obat-obatan sesuai dengan perawatan yang diberikan.
Selain itu, juga melabrak Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, pada Pasal 29 ayat 3 mengatur bahwa rumah sakit harus menyediakan seluruh kebutuhan medis, termasuk obat-obatan, bagi peserta BPJS yang mendapatkan perawatan rawat inap atau rawat jalan.
Dengan demikian, kebijakan yang membebani pasien BPJS untuk membeli obat di luar rumah sakit bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak pasien sebagai peserta jaminan kesehatan.
Bahkan tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Dalam peraturan ini, disebutkan bahwa setiap rumah sakit wajib memenuhi kebutuhan medis pasien sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan, termasuk pasokan obat-obatan yang harus tersedia selama pasien dirawat.
Peraturan BPJS Kesehatan juga mewajibkan rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS untuk menyediakan obat-obatan yang diperlukan selama masa perawatan pasien, baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Kebijakan yang memaksa pasien BPJS untuk membeli obat di luar rumah sakit dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap peraturan ini.
Patut diketahui, pada awal tahun 2025, hutang RSUD Majene sempat mencapai Rp. 17.150.446.766 atau terbilang (Tujuh belas miliar, seratus lima puluh juta, empat ratus empat puluh enam ribu, tujuh ratus enam puluh enam rupiah).
Tim Redaksi yang coba mengkonfirmasi Plt. Direktur RSUD Majene saat ini adalah dr. Musadri Amir, melalui pesan WhatsApp belum mendapat jawaban.