MAJENE – Pemandangan haru terjadi di Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, Minggu (14/4/2025). Sejumlah warga dari tiga desa, yakni Desa Lombang, Lombang Timur, dan Salutahoang turun langsung ke jalan, bukan untuk demonstrasi, tetapi untuk memperbaiki sendiri infrastruktur jalan yang rusak parah dan telah lama diabaikan.
Jalan sepanjang lima kilometer yang menjadi satu-satunya akses utama menuju pusat pelayanan di Malunda itu selama lebih dari sepuluh tahun tak tersentuh perbaikan.
Akibatnya, aktivitas ekonomi, pendidikan, dan kesehatan warga pun terganggu. Namun, alih-alih menunggu janji-janji manis dari pemerintah yang tak kunjung terealisasi, warga memilih mengambil inisiatif sendiri.
“Kami sudah lelah menunggu. Lebih dari sepuluh tahun jalan ini rusak. Ini satu-satunya jalan kami untuk ke pasar, ke sekolah, dan ke puskesmas,” ungkap Apriansyah, salah satu warga yang terlibat dalam aksi gotong royong, saat dihubungi melalui telepon, Senin (14/4/2025).
Dengan peralatan seadanya dan semangat kebersamaan yang tinggi, warga bahu membahu menimbun lubang-lubang besar, menguruk bagian jalan yang becek, hingga membersihkan sisa longsoran.
Dana untuk perbaikan dikumpulkan secara swadaya tidak besar, namun cukup untuk sekadar membuat jalan dapat dilalui.
“Tidak tentu nominalnya. Ada yang menyumbang Rp 5 ribu, ada juga Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu. Kami kumpulkan sedikit demi sedikit. Yang penting jalan ini bisa dilewati dulu,” tutur Apriansyah.
Bagi mereka, perbaikan ini bukan sekadar penambalan jalan, melainkan bentuk kepedulian terhadap sesama dan masa depan generasi berikutnya. Anak-anak sekolah yang setiap hari berjalan kaki melewati jalan rusak, petani yang harus mengangkut hasil panen dengan susah payah, hingga warga yang ingin berobat ke pusat kesehatan, semua menjadi alasan utama mereka bergerak.
“Kalau terus dibiarkan, ini bukan cuma soal kenyamanan, tapi nyawa bisa jadi taruhannya. Apalagi saat hujan, jalan ini jadi licin dan rawan kecelakaan,” ucap warga lain yang ikut aksi gotong-royong.
Aksi ini pun menjadi simbol kekecewaan mendalam terhadap pemerintah yang dinilai tidak peka terhadap kebutuhan dasar masyarakat. Warga berharap upaya yang mereka lakukan bisa menjadi tamparan keras sekaligus seruan terbuka kepada pemerintah daerah untuk tidak tutup mata.
“Kami tidak minta yang muluk-muluk. Kami hanya ingin jalan yang layak. Tolong pemerintah lihat kami, dengarkan suara kami. Infrastruktur itu hak dasar kami sebagai warga negara,” pungkasnya dengan nada getir.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak pemerintah daerah terkait aksi swadaya yang dilakukan warga tersebut. Namun satu hal yang pasti, warga tiga desa ini telah membuktikan bahwa semangat gotong royong dan kepedulian sosial masih menjadi kekuatan utama masyarakat Indonesia di tengah keterbatasan.