MAJENE – Puluhan mahasiswa kembali menggelar aksi unjukrasa penolakan terhadap penundaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di 43 desa sekabupaten Majene tahun 2023, Rabu (7/6/2023).
Kali ini, mereka kembali melakukan unjukrasa di depan Rumah Jabatan Bupati Majene dan Kantor Bupati Majene yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 59, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.
Mahasiswa yang dihadang aparat kepolisian dan Satpol PP di depan pagar Rumah Jabatan Bupati Majene ini akhirnya berhasil merangsek masuk dengan cara memanjat pagar dan menggoyangnya hingga ambruk.
Kericuhan pun tak dapat terhindarkan, mahasiswa yang berniat menemui Bupati Majene dan Pj Gubernur Sulawesi Barat yang sedang berada di dalam Rujab mendapat hadangan aparat kepolisian dan Satpol PP yang berjaga.
Adu fisik di depan pintu gerbang masuk Rujab pun tak dapat terhindarkan. Bahkan, Ketua HMI Cabang Majene ikut menjadi korban pemukulan yang diduga dilakukan oleh oknum aparat berpakaian preman.
Bupati Majene Andi Achmad Syuckri (AST) dan Pj Gubernur Sulbar Prof Zudan Arif Fakrulloh akhirnya keluar menemui mahasiswa untuk memberikan penjelasan terkait alasan penundaan Pemilihan Kepala Desa serentak di Majene.
Hanya saja, mahasiswa tetap tak gentar dan terus melayankan protes dan meneriakkan penolakan terhadap pernyataan Bupati Majene yang menunda Pilkades tahun ini.
Saat bertemu demonstran, Bupati Majene AST membeberkan alasan penundaan Pilkades, dia menyebut penundaan Pilkades dilakukan karena beberapa alasan.
“Prinsipnya sekarang saya akan tetap menunda Pilkades ini, karena masih terdapat Laporan Pertanggungjawaban Desa yang belum lengkap,” kata Bupati AST.
Sementara, Pj Gubernur Sulbar Prof Zudan Arif Fakrulloh membenarkan alasan penundaan Pilkades yang telah disampaikan oleh Bupati.
“Tentu tahapan pilkades ada tata aturan, tidak bisa tiba masa tiba akal langsung Pilkades dilakukan, karena semua pejabat kepala desa harus menyelesaikan LPJ. Karena akan diaudit dan diperiksa inspektorat,” kata Zudan.
Ia berharap, agar seluruh pihak dapat menjaga kondusifitas daerah terutama dalam proses Pilkades mendatang.
Tak puas dengan jawaban Bupati Majene dan Pj Gubernur Sulbar, mahasiswa kembali melanjutkan unjukrasa ke Kantor Bupati Majene, meski kembali dihadang aparat kepolisian dan Satpol PP yang berjaga, mereka tetap berhasil menerobos Masuk ke dalam Kantor Bupati Majene.
Mahasiswa yang kesal karena terus mendapat hadangan dari aparat yang berjaga memutuskan untuk menyegel Kantor Bupati Majene.
Sebelumnya, mereka juga melakukan unjukrasa dengan cara mengusung keranda jenazah ke Kantor Bupati Majene, Senin (5/6/2023).
Keranda tersebut bertuliskan matinya demokrasi di Kabupaten Majene. Hal itu merupakan bentuk protes dan perlawanan rakyat terhadap keputusan penundaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak 2023.
Aksi mereka dimulai dengan melakukan oransi bergantian dengan membakar ban bekas di Monumen Perjuangan Kota Majene, sekitar pusat pertokoan. Massa aksi kemudian melanjutkan long march ke Kantor Bupati Majene.
Sebelum masuk ke plataran Kantor Bupati Majene, massa aksi berorasi di sepanjang Jalan Gatot Subroto Nomor 59 dan kembali membakar ban bekas, serta memblokade jalan hingga membuat macet yang melintas.
Bahkan sempat terjadi insiden kecil antara mahasiswa dengan aparat kepolisian yang melakukan pengawalan. Aksi saling dorong pun terjadi antara aparat yang berjaga dan mahasiswa melakukan unjukrasa.
Dalam orasinya, demonstran meneriakkan agar Bupati Majene tetap melaksanakan tahapan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak tahun 2023 di 43 desa.
Alasannya, Pilkades serentak tahun ini sudah diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) Majene Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Pemilihan Kepala Desa dan Peraturan Bupati (Perbup) Majene Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pemilihan Kepala Desa Serentak.
Apalagi, surat penyataan Bupati Majene terkait penundaan Pilkades di 43 desa di Majene dinilai tidak menggugurkan Perda dan Perbup sebagai regulasi yang memiliki kekuatan hukum yang jelas.