BPK Ungkap Kelebihan Pembayaran Tunjangan DPRD Parepare Rp1,3 Miliar

  • Bagikan

PARE-PARE – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan kembali menyoroti pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Parepare, khususnya terkait pembayaran tunjangan perumahan dan transportasi bagi Anggota DPRD.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024, BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp1.389.586.700,00 yang hingga kini belum sepenuhnya ditindaklanjuti.

Temuan tersebut tercatat dalam dokumen bernomor 42.A/LHP/XIX.MKS/06/2025 tanggal 3 Juni 2025, yang memaparkan bahwa tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Parepare tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sekretariat DPRD Parepare pada tahun 2024 menganggarkan belanja gaji dan tunjangan sebesar Rp11,47 miliar, dengan realisasi Rp10,40 miliar atau 90,70 persen. Dari jumlah tersebut, alokasi untuk tunjangan perumahan mencapai Rp2,29 miliar dengan realisasi Rp2,27 miliar (98,88 persen), sementara tunjangan transportasi dianggarkan Rp3,60 miliar dengan realisasi Rp2,62 miliar (72,81 persen).

Namun hasil pemeriksaan BPK mengungkap adanya perbedaan mendasar dalam penetapan nilai tunjangan yang diberikan kepada anggota DPRD. Berdasarkan laporan penilaian harga pasar oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) RAB & Rekan, standar tunjangan seharusnya sebesar Rp3,95 juta per bulan untuk perumahan (tipe sedang, luas bangunan 150m²) dan Rp8,83 juta per bulan untuk transportasi.

Faktanya, anggota DPRD Parepare justru menerima tunjangan lebih tinggi, yaitu Rp8,41 juta per bulan untuk perumahan setara rumah tipe besar 300m² dan Rp9,71 juta per bulan untuk transportasi, yang disetarakan dengan biaya penggunaan 1 unit Toyota Innova.

Perbedaan standar inilah yang kemudian memicu kelebihan pembayaran. BPK mencatat total kelebihan tunjangan sebesar Rp1.444.122.000,00, terdiri dari Rp1,20 miliar untuk perumahan dan Rp238,57 juta untuk transportasi. Dari jumlah tersebut, Pemerintah Kota Parepare baru mengembalikan Rp54,53 juta ke kas daerah pada 1 Juni 2025.

Dengan demikian, masih ada sisa Rp1.389.586.700,00 yang belum dikembalikan.

BPK menilai, pemberian tunjangan tersebut jelas melanggar sejumlah regulasi, di antaranya PP Nomor 1 Tahun 2023 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD, yang mengatur bahwa besaran tunjangan harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, serta standar harga setempat.

Permendagri Nomor 11 Tahun 2007 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah, yang menetapkan rumah dinas untuk anggota DPRD maksimal seluas 150m² dengan lahan 350m².

Perwali Parepare Nomor 6 Tahun 2018 yang juga menegaskan standar sarana dan prasarana, termasuk ukuran rumah dinas untuk pejabat daerah.

BPK menyebut, akar persoalan muncul karena Peraturan Wali Kota Parepare tentang Pelaksanaan Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan serta Anggota DPRD disusun tanpa mengacu pada ketentuan di atas.

Menanggapi temuan ini, Sekretariat DPRD Parepare menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK. Bahkan, pihaknya telah mengajukan telaahan staf kepada Wali Kota Parepare untuk mengkaji kembali besaran tunjangan DPRD.

Namun, hingga laporan ini diterbitkan, BPK mencatat sisa kelebihan pembayaran Rp1,3 miliar masih menggantung.

BPK merekomendasikan agar Wali Kota Parepare segera mengambil langkah korektif, di antaranya menginstruksikan Sekretaris Daerah untuk merevisi Peraturan Wali Kota agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Memerintahkan Sekretaris DPRD untuk membayarkan tunjangan perumahan dan transportasi sesuai ketentuan. Memproses pengembalian kelebihan pembayaran Rp1,389 miliar ke kas daerah, baik melalui penyetoran langsung maupun kompensasi dengan tunjangan periode berikutnya.

Jika tidak segera ditindaklanjuti, kelebihan pembayaran ini berpotensi menimbulkan persoalan hukum, mengingat pengelolaan keuangan daerah harus mengacu pada prinsip akuntabilitas dan transparansi. PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah juga menegaskan bahwa setiap kerugian daerah akibat tindakan pejabat wajib dikembalikan.

BPK menegaskan, temuan ini harus menjadi perhatian serius, agar pengelolaan belanja daerah tidak lagi meninggalkan celah praktik yang melampaui asas kepatutan dan kewajaran.

Penulis: Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, silahkan mengirim sanggahan dan/atau koreksi kepada Tim Redaksi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui WhatsApp : 081952216997
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *