MAJENE – Polres Majene terus mendalami laporan kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan SMAN 2 Majene. Senin, 22 September 2025, penyidik Satreskrim Polres Majene mengaku telah memeriksa kepala sekolah SMAN 2 Majene selaku terlapor, serta sejumlah saksi yang dianggap mengetahui rangkaian peristiwa tersebut.
Kepastian itu disampaikan langsung oleh Kasat Reskrim Polres Majene AKP Laurensius Madya Wayne, S.T.K., S.I.K., melalui pesan WhatsApp kepada wartawan. “Terlapor dan saksi lain sudah diperiksa,” tegasnya, Senin (22/09/2025).
Ia menambahkan bahwa seluruh proses pemeriksaan berjalan sesuai prosedur, dan perkembangan selanjutnya akan segera dipublikasikan ke masyarakat. “Langkah selanjutnya akan disampaikan nanti. Terima kasih,” sambungnya.
Kasat Reskrim juga berharap agar penyelidikan dapat berjalan lancar sehingga hasilnya bisa segera diumumkan ke publik.
“Semoga bisa berjalan lancar, dalam bulan ini, Insyaallah,” harapnya.
Patut diketahui, kasus dugaan pelecehan seksual ini menjadi sorotan publik Majene. Polres Majene menegaskan seluruh proses penyelidikan dilakukan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 1 angka 2 KUHAP yang menegaskan bahwa penyelidikan merupakan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.
Apabila penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup, maka kasus ini dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 dan angka 5 KUHAP.
Dugaan pelecehan seksual di lingkungan sekolah termasuk kategori serius karena menyangkut perlindungan terhadap anak dan remaja. Regulasi yang mengaturnya antara lain Pasal 289 KUHP: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana paling lama 9 tahun.
Pasal 290 KUHP: Mengatur larangan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur atau orang yang berada dalam keadaan tidak berdaya.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76E yang menegaskan larangan setiap orang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Pelanggaran pasal ini diancam pidana maksimal 15 tahun penjara sebagaimana tercantum dalam Pasal 82 ayat (1).
Selain aspek pidana, kasus ini juga berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menekankan pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan, pelecehan, maupun diskriminasi. Kepala sekolah sebagai pimpinan lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menjaga marwah serta integritas sekolah.
Kasus yang menyeret pejabat sekolah negeri ini menjadi perhatian luas masyarakat Majene. Banyak pihak mendesak agar aparat kepolisian bertindak transparan dan profesional.
Publik berharap hasil penyelidikan tidak hanya diumumkan tepat waktu, tetapi juga memberikan kejelasan hukum demi menjamin rasa keadilan bagi para pihak yang terlibat, khususnya bagi siswa dan orang tua yang khawatir terhadap keamanan di lingkungan sekolah.
Polres Majene menegaskan komitmennya bahwa kasus ini akan ditangani secara objektif. Dengan pemeriksaan terlapor dan sejumlah saksi, masyarakat kini menunggu tindak lanjut apakah kasus ini akan naik ke tahap penyidikan atau tidak.