MAMUJU – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat (Kejati Sulbar) menegaskan komitmennya untuk memeriksa Bupati Majene, Andi Syukri Tammalele, dan Sekretaris Daerah (Sekda) Majene, Ardiansyah, terkait dua kasus besar dugaan korupsi yang menyeret nama Pemerintah Kabupaten Majene.
Kedua kasus tersebut meliputi penyimpangan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Majene tahun 2022 hingga 2024, serta dugaan korupsi dana Perumda Aneka Usaha Majene yang menimbulkan kerugian hingga miliaran rupiah.
Penegasan itu disampaikan langsung oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulbar, Asben Awaluddin, kepada massa aksi Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) saat menggelar demonstrasi di halaman kantor Kejati Sulbar, Kamis, 10 April 2025.
“Jika dalam proses penyelidikan tim jaksa membutuhkan keterangan Bupati dan Sekda, maka dipastikan keduanya akan kami panggil. Biarkan kami bekerja, semuanya pasti ditindaklanjuti,” ujar Asben di hadapan para mahasiswa.
Asben menambahkan bahwa proses hukum terhadap kasus ini tengah berjalan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) penyelidikan. Ia meminta publik, termasuk para demonstran, untuk bersabar dan menunggu hasil kerja tim jaksa.
Salah satu sorotan utama dalam kasus ini adalah perubahan penjabaran APBD Kabupaten Majene yang dilakukan secara sepihak oleh eksekutif pada tahun anggaran 2023. Perubahan itu terjadi sebanyak enam kali dalam setahun, yang diduga bertujuan untuk mengalihkan alokasi anggaran ke program-program yang tidak disepakati bersama dengan legislatif.
Padahal, APBD 2023 telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2022, yang dijabarkan lebih lanjut melalui Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2022. Namun, dalam perjalanannya, terjadi perombakan anggaran yang dituding sebagai modus untuk menyamarkan penyimpangan keuangan.
“Kami menduga perubahan penjabaran APBD ini menjadi pintu masuk praktik-praktik mark-up dan penggelapan. Ini bentuk pelecehan terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan daerah,” ujar Rizal salah seorang orator LMND dalam orasinya.
Selain dugaan penyimpangan dalam APBD, kasus lain yang juga mengundang perhatian publik adalah pengelolaan dana Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Aneka Usaha Majene.
Berdasarkan temuan awal, dana sebesar Rp 9 miliar yang ada di Perumda tersebut tidak dipertanggungjawabkan secara resmi oleh Plt Direktur sebelumnya. Dana itu diduga dibelanjakan tanpa rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) yang sah.
Dari jumlah itu, sekitar Rp 4 miliar disebut-sebut digunakan untuk membiayai proyek videotron di Kota Majene, proyek yang sebelumnya juga telah dibiayai lewat penyertaan modal dari APBD tahun 2022 senilai Rp 2 miliar. Dugaan tumpang tindih pembiayaan serta tidak adanya laporan penggunaan dana yang valid mengakibatkan potensi kerugian daerah mencapai Rp 5 miliar.
“Dugaan korupsi ini tidak mungkin terjadi tanpa sepengetahuan atau keterlibatan pejabat tinggi. Maka dari itu, kami mendesak Kejati Sulbar untuk segera memeriksa Bupati sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam tata kelola keuangan daerah,” tegas salah satu perwakilan LMND.
Kejati Sulbar juga menyampaikan bahwa selain dua kasus utama tersebut, terdapat beberapa perkara lain yang sedang dalam penanganan, termasuk dugaan korupsi rumah sakit dan pengadaan kapal yang didelegasikan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Majene.
Seluruh proses, menurut Kasi Penkum Kejati Sulbar Asben, dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
Namun, LMND menilai, lambannya penanganan kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkan Bupati dan Sekda di Majene membuka ruang spekulasi publik.
Oleh karena itu, mereka menyampaikan tiga tuntutan utama dalam aksi damai mereka:
1. Mendesak Kejati Sulbar untuk menuntaskan dugaan korupsi APBD Kabupaten Majene tahun 2023–2024 dan dana Perumda Aneka Usaha.
2. Menuntut proses hukum dilakukan secara independen, transparan, profesional, dan tanpa tebang pilih.
3. Mendesak pemeriksaan terhadap Bupati Majene sebagai pihak yang memiliki kewenangan penuh dalam penggunaan APBD dan dana Perumda.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi integritas aparat penegak hukum di Sulawesi Barat. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah bukan hanya soal teknis birokrasi, tetapi menyangkut kepercayaan publik terhadap negara.
Terlebih ketika kerugian negara mencapai miliaran rupiah, dan kebutuhan dasar rakyat seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur masih jauh dari memadai.
Publik kini menanti langkah nyata dari Kejati Sulbar. Pemeriksaan terhadap pejabat tinggi daerah, termasuk bupati dan sekda, akan menjadi penentu apakah supremasi hukum benar-benar dijunjung tinggi di Sulawesi Barat.