MAJENE – Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Pamboang, Kabupaten Majene, semakin panas.
Sejumlah guru dan pegawai non-PNS di sekolah tersebut mengaku mendapat intimidasi setelah mengungkap dugaan penyalahgunaan dana sekolah kepada pihak berwajib melalui sebuah media on line.
Guru dan pegawai non PNs yang berada dalam tekanan tersebut menyebutkan bahwa intimidasi terjadi dalam bentuk pemanggilan untuk menghadiri rapat yang diselenggarakan oleh kepala sekolah.
Rapat ini digelar di ruang pegawai SMP Negeri 2 Pamboang pada Rabu, 23 Oktober 2024. Para guru diminta hadir berdasarkan undangan rapat yang menegaskan, “Apabila tidak hadir, akan dianggap tidak lagi bersedia menjadi honorer di sekolah.”
Salah satu guru, yang menolak disebutkan namanya, mengungkapkan ketakutannya, “Kami sangat takut, makanya kami terpaksa menandatangani surat yang diberikan. Tapi kami berharap kepolisian atau kejaksaan segera memeriksa kepala sekolah terkait dugaan korupsi ini,” ujarnya, Rabu, 23 Oktober 2024.
Dalam rapat tersebut, bukannya membahas permasalahan internal, kepala sekolah malah menyodorkan selembar surat pernyataan yang mengharuskan guru dan pegawai menandatangani dukungan terhadap dirinya.
Isi surat itu membantah adanya penyalahgunaan Dana BOS dan mendukung tindakan kepala sekolah untuk mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang diduga menyebarkan informasi yang merugikan sekolah.
Para guru dan pegawai non-PNS berharap agar pihak kepolisian dan kejaksaan segera turun tangan untuk menyelidiki dugaan korupsi yang sudah mereka sampaikan di media on line.
Mereka merasa tertekan dengan ancaman dan intimidasi dari kepala sekolah yang terus berlanjut, yang menurut mereka bertujuan untuk menutup-nutupi kebenaran.
Kasus ini semakin menyedot perhatian masyarakat dan menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi pengelolaan dana di sekolah tersebut.
Apakah benar terjadi penyalahgunaan wewenang, atau justru para pengungkap fakta yang kini menjadi korban tekanan?