MAMUJU – Kebijakan baru terkait aparatur sipil negara (ASN) yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) membuat sejumlah petugas sekuriti terpaksa berhenti bekerja.
Sebanyak 41 orang sekuriti yang selama ini bertugas di lingkungan Pemprov Sulbar harus diberhentikan, seiring dengan diberlakukannya aturan yang mengharuskan perubahan dalam mekanisme pengangkatan pegawai di instansi pemerintah.
Kepala Bidang Pengadaan, Pemberhentian, dan Informasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulbar, Mirwan, menjelaskan bahwa keputusan pemberhentian ini terpaksa diambil oleh Pemprov Sulbar berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.
Menurut Mirwan, aturan ini mengatur secara tegas larangan pengangkatan pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN di instansi pemerintah.
Pada Pasal 65 Ayat (1) Undang-Undang tersebut, dinyatakan bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dilarang untuk mengangkat pegawai non-ASN sebagai ASN.
Selain itu, Pasal 65 Ayat (2) juga mengatur larangan ini berlaku kepada pejabat lainnya yang melakukan pengangkatan pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN di instansi pemerintah.
Dalam Pasal 65 Ayat (3), dijelaskan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Aturan ini membuat posisi mereka (41 sekuriti) menjadi tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Jika mereka tetap dipertahankan dalam status non-ASN, maka akan terjadi pelanggaran terhadap hukum yang berlaku,” ungkap Mirwan dalam penjelasannya pada Kamis, 6 Februari 2025.
Untuk menghindari pelanggaran terhadap aturan yang baru, Pemprov Sulbar memutuskan untuk mengalihkan status 41 sekuriti tersebut melalui mekanisme outsourcing.
Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga pengamanan di lingkungan Pemprov Sulbar tanpa melanggar aturan yang telah ditetapkan.
Mirwan menjelaskan bahwa pengadaan tenaga sekuriti melalui outsourcing dianggap sebagai solusi yang lebih tepat dan sah, karena sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.
Dengan sistem outsourcing, Pemprov Sulbar dapat terus memperoleh layanan keamanan tanpa melibatkan pegawai yang berstatus non-ASN dalam pengisian jabatan ASN.
Sebelumnya, para sekuriti tersebut diangkat berdasarkan Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau Gubernur. Mereka bekerja dengan status non-ASN, sebuah kategori yang kini sudah tidak lagi diperkenankan berdasarkan aturan terbaru.
“Mulai sekarang, tidak ada lagi kategori non-ASN dalam struktur pegawai pemerintah. Termasuk juga pegawai dengan status Tenaga Alih Daya (TATT) atau sebutan lainnya. Semua pegawai diharuskan untuk mengikuti ketentuan baru yang berlaku,” tegas Mirwan.
Meskipun pemberhentian ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi sejumlah petugas sekuriti yang harus kehilangan pekerjaan mereka, solusi yang diambil Pemprov Sulbar diharapkan dapat memberikan kelanjutan pekerjaan melalui sistem outsourcing.
Pengalihan tenaga kerja ini tidak hanya mematuhi peraturan perundang-undangan, tetapi juga memberikan kesempatan bagi para sekuriti untuk tetap bekerja dengan cara yang sah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam hal ini, para sekuriti yang terdampak diharapkan tidak hanya melihat perubahan status mereka, tetapi juga kesempatan baru untuk beradaptasi dalam sistem yang lebih fleksibel dan sesuai dengan aturan ketenagakerjaan yang berlaku di instansi pemerintah.
Dengan kebijakan ini, Pemprov Sulbar berharap dapat menjaga kestabilan pelayanan keamanan di lingkungan pemerintah tanpa melanggar aturan hukum yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, serta membuka peluang bagi tenaga kerja outsourcing untuk mengisi kebutuhan di sektor keamanan dan pengawasan pemerintah.















