Warga BTN Royal Riverside Mamuju Keluhkan Air PDAM Tak Mengalir Berbulan-Bulan

  • Bagikan

MAMUJU – Di tengah panasnya cuaca dan kebutuhan air bersih yang semakin mendesak, warga Perumahan BTN Royal Riverside, Kelurahan Mamunyu, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), harus menjalani hari-hari yang semakin sulit.

Alasannya, pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Manakarra tidak lagi mengalir ke rumah mereka selama berbulan-bulan.

Sudah sejak banjir besar yang melanda Mamuju pada 26 Januari 2025, krisis air bersih ini berlangsung. Dalam kurun waktu yang cukup panjang itu, keran-keran di rumah warga tak lagi meneteskan air. Awalnya hanya aliran kecil, kini benar-benar kering total.

“Awalnya air masih ada walau kecil. Tapi sekarang? Sudah tidak keluar sama sekali. Kosong,” kata Herman (42), warga BTN Royal Riverside, dengan nada pasrah saat ditemui Sabtu 12 April 2025.

Warga BTN Royal Riverside kini harus putar otak setiap hari hanya untuk mendapatkan air bersih. Bagi sebagian besar dari mereka, solusi jangka pendek hanya datang dari satu tempat, sebuah rumah di blok depan yang masih memiliki aliran air.

“Setiap hari kami harus jalan ke blok depan ambil air. Untung ada satu rumah yang airnya masih mengalir, walau kecil. Kalau tidak ada itu, saya tidak tahu lagi mau bagaimana,” ujar Herman.

Namun mengandalkan satu titik air untuk memenuhi kebutuhan banyak rumah bukanlah hal yang ideal. Warga terpaksa membatasi penggunaan air hanya untuk hal-hal yang paling mendesak. Untuk minum, mandi, memasak, hingga mencuci, semua harus dihitung dengan cermat.

Dampak dari krisis air ini juga dirasakan dari sisi ekonomi. Herman mengaku, dalam sebulan terakhir, pengeluarannya untuk membeli air galon melonjak drastis. Biasanya cukup membeli dua galon untuk seminggu, kini ia harus membeli hingga lima atau enam galon per minggu.

“Itu pun kadang masih kurang. Bayangkan, air galon yang biasanya untuk minum, sekarang juga kami pakai buat mandi, cuci piring. Kalau pakaian sudah menumpuk, ya mau tidak mau harus ke sungai,” tambahnya.

Situasi ini bukan hanya merepotkan, tapi juga memicu potensi masalah kesehatan, terutama bagi keluarga dengan anak kecil, lansia, atau anggota keluarga yang sakit. Dengan kualitas air sungai yang tidak terjamin dan harga air galon yang terus membebani, warga merasa terjebak di tengah kondisi yang tak menentu.

Kekecewaan warga terhadap PDAM Tirta Manakarra semakin membesar. Bagi mereka, tidak adanya aliran air selama berbulan-bulan adalah bentuk kelalaian yang tidak bisa ditoleransi.

“Ini bukan seminggu dua minggu. Sudah lebih dari dua bulan kami tidak dapat air. Seharusnya ada penjelasan dari PDAM, ada solusi, bukan diam saja,” ujar Herman, menyuarakan keresahan banyak warga lainnya.

Ia berharap agar keluhan yang selama ini hanya menjadi bisikan antar tetangga, bisa segera sampai ke telinga pihak berwenang.

“Kalau masalah teknis, beri tahu kami. Kalau ada solusi jangka panjang, jelaskan ke warga. Jangan begini, dibiarkan seperti tidak ada apa-apa,” tambahnya.

Warga BTN Royal Riverside kini tidak lagi meminta janji. Mereka menuntut aksi nyata dari pemerintah daerah dan PDAM Tirta Manakarra. Krisis air bersih bukan hanya masalah logistik, melainkan juga menyangkut hak dasar manusia dan tanggung jawab negara terhadap warganya.

Di tengah himpitan ekonomi dan cuaca ekstrem yang kian tak menentu, air bukan sekadar kebutuhan, namun kunci untuk bertahan. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin dampak sosial dan kesehatan akan semakin meluas.

Kini, suara warga BTN Royal Riverside menggaung dalam kesunyian keran yang tak lagi mengalir. Mereka menunggu, bukan sekadar air, tapi juga kepedulian.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *