Polres Mamuju Tengah Siagakan 50 Personel di Karossa Pantai Pasca Pembacokan Akibat Konflik Tambang Pasir

  • Bagikan

MAMUJU TENGAH – Kepolisian Resort (Polres) Mamuju Tengah (Mateng), Sulawesi Barat (Sulbar) menerjunkan 50 personel di lokasi tambang pasir Desa Karossa, Kecamatan Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah.

Hal tersebut buntut dugaan insiden pembacokan terhadap seorang warga Karossa di BTN Zarindah Mamuju.

Kapolres Mateng, AKBP Hengky K Abadi mengatakan, pengamanan di Karosa Pantai sudah berlangsung sejak hari minggu malam pasca kejadian di Mamuju.

Menurutnya, hingga saat ini pengamanan masih terus berlangsung.

Lebih lanjut ia mengatakan, pihaknya menerjunkan 50 personel pengamanan. “50 personel, di dalamnya tergabung fungsi terbuka dan tertutup,” jelasnya.

Dirinya juga mengonfirmasi bahwa kondisi di lokasi masih kondusif.

Meski demikian, ia menegaskan pihaknya terus melakukan penjagaan ketat di lokasi berpotensi terjadi gesekan antara kelompok pendukung dan penolak tambang.

Langkah ini diambil untuk mencegah terjadinya bentrokan fisik dan menjaga situasi tetap kondusif.

“Kami dari Polres Mateng tetap standby-kan personil untuk pengamanan di lokasi agar pendukung dan penolak tambang tidak bentrok,” ujarnya.

Selain itu, dirinya mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi dan terpancing terhadap isu-isu yang bertujuan memecah belah masyarakat Karossa.

Sebelumnya diberitakan, Warga Desa Karossa, Kecamatan Karossa, Mamuju Tengah melakukan aksi protes terhadap aktivitas tambang pasir PT Alam Sumber Rejeki (ASR).

Hal ini berujung pada respon kekerasan dilakukan oleh pendukung perusahaan terhadap satu orang warga penolak tambang.

Rumah korban didatangi oleh keluarganya sendiri, kemudian dibacok akibat berselisih paham soal tambang

Dalam video beredar pada tanggal 27 April, korban mengalami luka tebas akibat senjata tajam berupa sebilah parang.

Luka pada bagian lengan, punggung dan kepala menyebabkan tubuh diselimuti dengan darah.

Korban hingga kini sedang dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Mamuju.

“Kami menduga politik adu domba kepada warga secara sengaja diciptakan oleh Perusahaan, warga dibelah menjadi terima dan tidak terhadap kehadiran tambang pasir. Tentu perusahaan harus bertanggungjawab atas peristiwa berdarah ini,” tegas Fajrin Rahman, pendamping hukum Warga.

Sejak awal November 2024 warga Karossa, Budong-Budong dan Silaja secara aktif telah melakukan penolakan dan pengusiran terhadap kapal yang memaksa beraktivitas di muara sungai Karossa.

Namun perusahaan PT ASR diduga abai terhadap penolakan warga yang berjuang atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih.

Bahkan setelah adanya kesepakatan RDPU DPRD Provinsi pada 16 Januari 2025 yang melarang adanya aktivitas kapal sebelum adanya kesimpulan dan kesepakatan.

Terbukti pada Sabtu 26 April 2025, kapal PT. ASR kembali memaksa masuk dengan menggandeng aparat kepolisian dan warga yang mendukung kehadiran aktivitas tambang, sehingga memicu kemarahan warga pesisir Desa Karossa dan Desa Silaja.

“Konflik sosial terjadi sejak hadirnya perusahaan tambang pasir PT. ASR. Pencabutan izin tentu merupakan solusi untuk mencapai kestabilan sosial,” ujar Nurwahidah Jumakir, Pendamping hukum Warga.

Informasi yang ditemukan, pelaku telah diringkus oleh aparat kepolisian dan dibawa ke Polres Mamuju, namun situasi di lapangan terus memanas.

Hal ini memicu konflik horizontal, beberapa unit kendaraan mencoba masuk ke wilayah Desa Karossa.

Hal ini direspon oleh warga dan mencoba untuk menghalangi agar warga yang mendukung tambang pasir tidak masuk ke pemukiman warga.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *